Saturday, January 18, 2014

Proyek Kroyokan 2.1

Dua tahun sejak buku Ari dan sudah beberapa kali cetak ulang. Kini Melia, yang ditunjuk oleh mama Ari sebagai orang yang mengurus royalti penjualan buku itu, semakin sibuk bukan hanya karena pekerjaannya sebagai editor maupun proofreader tetapi kini ia juga mengurus sebuah cafe baca. Cafe baca yang awalnya merupakan perwujudan cita-cita Ari, dan hanya berisi buku-buku koleksi Ari semakin besar berkat sumbangan dari teman-teman penulis bahkan juga dari penerbit.

Sebuah cafe yang juga menyediakan buku untuk dibaca dan dipinjamkan, terdiri dari dua lantai dimana lantai satu letak cafe baca itu sendiri sedang lantai dua digunakan untuk tempat para karyawan juga sebuah ruangan sebagai tempat kerja Melia. Walau memiliki ruangan tersendiri di lantai dua, Melia lebih senang menghabiskan waktunya di lantai satu.

"Pagi Mba' Mel. Oh ya kemarin ada teman yang mencari," sapa Wulan salah satu karyawan di cafe baca.
"Pagi, siapa Lan?" Sapa Melia menghentikan langkahnya yang hendak ke lantai dua.
"Wah, nggak tau mba'. Laki-laki, setahu saya baru pertama kali ke cafe ini. Saya minta hubungi saja ke handphone mba' Melia."
"Kamu kasih nomerku?"
"Nggak mba', laki-laki itu pergi setelah saya minta hubungi mba' Melia."
"Oke, makasi Wulan."

Sambil melangkah ke lantai dua, pikiran Melia masih memikirkan siapa laki-laki yang mencarinya kemarin. Jika itu temannya biasanya langsung menelpon, bahkan sebelum datang ke cafe mereka akan mengkonfirmasi terlebih dahulu keberadaan Melia. Dan kemarin tak ada temannya yang menelpon.

Setelah menebak-nebak dan tak membuahkan hasil, Melia kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Meeeeeeel..."

Sebuah suara yang sangat Melia kenal bahkan sebelum pemilik suara tampak ia sudah tau siapa yang datang.

"Apa Anggun sayaaaaaaang?"
"Huft! Bete nih. Rendi bener-bener deh, batalin janji seenaknya aja. Kemarin batal ganti hari ini, eh ini pagi belum juga pergi dah main batalin aja. Sibuk... Sibuk... Sibuk mulu!!!" Anggun langsung menghenyakkan pantatnya di salah satu sofa tempat biasa karyawan beristarahat, dan mengomel tanpa jeda sedetikpun.
"Yah, itukan juga demi kamu say. Katanya kamu pengen cepet nikah, kali dia kejar setoran sebelum ngelamar kamu dan mewujudkan pernikahan seperti impianmu?"
"Hah? Serius kamu? Emang Rendi ada cerita mau ngelamar aku ke kamu? Bener Mel?" Wajah kusut
Anggun mendadak berubah total, antara wajah penasaran dan bahagia.
"Nggak sih, pikirku aja."
"Heh? Iiiiiiiih, tega kamu buat aku berharap." Anggun menimpuk Melia dengan tissue yang sedari tadi digenggamnya.
"Hahahahaha, positif thinking aja kali Nggun."
"Lagian kan aku pengennya nikah nggak dirayain besar-besaran. Cukup undang kerabat dan sahabat aja, adain pesta kebun gitu tanpa yang formal-formal. Sama seperti..." tiba-tiba Anggun menghentikan kalimatnya.
"Seperti...??"
"Seperti..." sejenak Anggun ragu, "seperti pesta yang diinginkan oleh Ari."

Keheningan langsung menyergap mereka. Melia hanya menatap Anggun dengan pandangan yang bahkan oleh Anggun sendiri sukar untuk mengartikan.

***

"Kalau kalian menikah nanti, kalian ingin pesta yang bagaimana?" tanya Rendi sambil menatap pasangan yang tengah duduk dipelaminan tak henti tersenyum sambil menyalami tamu-tamu yang sepertinya tak ada habisnya, kakaknya.
"Aku ingin mengadakan pesta di tempat yang terbuka, bukan digedung seperti ini." Jawab Melia yang tengah asyik menikmati ice cream.
"Pesta kebun!" Celetuk Ari, sambil menatap Melia seakan tak ada Rendi disana. "Dan hanya dihadiri oleh kerabat dan sahabat. Ter-ba-tas." Lanjut Ari kali ini sambil menghapus noda di sudut bibir Melia.
"Pantai, orang tua dan sahabat. Itu saja. Ter-ba-tas." Senyum Melia terkembang sambil mengedipkan matanya pada Ari.

***

"Sedang Rendi ingin yang lebih simpel." Anggun coba memecahkan keheningan.
"Lebih simpel?" Melia mencoba kembali mengingat percakapan mereka, dirinya, Ari dan Rendi, dan ia tak dapat mengingat jawaban Rendi kala itu.
"Yup, dia..." Ucapan Anggun terputus, karena kedatangan Wulan.

"Maaf mba', temen mba' yang kemarin datang lagi, sekarang sedang menunggu di bawah."
"Siapa Mel?" Tanya Anggun.
"Entah, akupun tak tahu." Jawab Melia sambil memandang Wulan heran, dan bertanya "dia menunggu dimana Lan?"
"Di meja luar sebelah kiri"
"Oke, sebentar lagi saya turun."

Setelah merapikan meja kerjanya, Melia bergegas turun.

"Bentar ya, say..." Kata Melia.
"Take your time."
Saat Melia ada di ujung tangga siap untuk turun tiba-tiba Anggun berkata, "Mel, dia ingin menikah di pantai."
Langkah Melia terhenti, "dia?"
"Rendi, Mel... Udah ah, ntar aja aku ceritain lagi. Temuin dulu tamumu."

Melia turun dalam diam, saat sudah di bawah dan hendak melangkahkan kakinya ke tempat yang tadi disebutkan Wulan, matanya menangkap sesosok wajah yang hampir saja ia lupakan. "Amung?" Laki-laki yang secara sepihak membatalkan pernikahan mereka.

***

No comments:

Post a Comment